SINGAPURA, SELASA — Banyak yang bertanya-tanya apa alasan David Hartanto Widjaja (21) mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. Mahasiswa tingkat akhir asal Indonesia di Fakultas Teknik Elektro dan Elektronika Universitas Teknologi Nanyang (NTU) itu diduga stres karena beasiswa yang diterimanya telah dicabut akhir bulan lalu. Padahal, skripsi yang dikerjakannya cukup sulit dan butuh waktu lama untuk menyelesaikannya.
Hal inilah yang diduga memicu keputusan wakil Indonesia di Olimpiade Matematika Internasional 2005 itu untuk menusuk dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap Lup (45), lalu bunuh diri.
Setelah menikam Chan, David yang sebetulnya berotak encer karena mendapat beasiswa di NTU itu mengiris pergelangan tangannya sendiri dan kemudian bunuh diri dengan cara terjun dari lantai IV Gedung Fakultas Teknik NTU Singapura.
Juru bicara NTU mengungkapkan, David memang tengah mengerjakan skripsi berjudul "Multiview Acquisition from Multi-camera Configuration for Person Adaptive 3D Display". Profesor Chan merupakan dosen pembimbingnya. Dalam tugas akhir ini David berupaya mengembangkan penggunaan multikamera untuk mendapatkan pandangan ganda berupa tiga dimensi yang bisa dilihat dari beberapa posisi.
Tugas akhir ini cukup meyakinkan karena didukung kemampuan matematika dan program C/C++ yang dimiliki David. Semasa di SMAK Penabur 1 Jakarta, selain ke Olimpiade Matematika Internasional, David juga pernah menjadi salah satu wakil Indonesia di Olimpiade Matematika Asia Pasifik dan juara Olimpiade Sains Nasional pada 2004.
Kasus penikaman dosen yang berujung bunuh diri pelakunya ini kemarin menjadi pembicaraan hangat para mahasiswa, terutama para mahasiswa NTU sendiri.
Beberapa mahasiswa menyebut kemungkinan besar David mengalami tingkat stres yang tinggi karena menjadi mahasiswa teknik. Salah satu mahasiswa, Wise Guy, mengakui, menjadi mahasiswa teknik sangat sulit dan membuat gelisah setiap saat.
“Perkuliahan yang sering diadakan, laporan laboratorium, proyek-proyek, dan laporan hingga kehidupan sosial. Stres bisa menghampiri kapan saja. Pada saat itulah Anda harus bisa mengatasinya,” tulisnya.
Terry, mahasiswa lainnya, menulis, aktivitas yang sibuk selalu mewarnai kehidupan mahasiwa teknik. “Di saat-saat tertentu saya kadang merasa stres, tetapi saya tidak pernah berpikir untuk menusuk seorang dosen lalu meloncat untuk bunuh diri,” tulis Terry.
Sementara itu, pejabat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura menduga David kecewa akibat dihentikannya beasiswa yang diterimanya. Ia juga yakin David menusuk orang yang salah, mengingat sang profesor tidak memutuskan apa-apa terhadap beasiswa tersebut. “Tak ada masalah dengan profesor ini. Ia bukan orang yang menentukan pencabutan beasiswa. Staf NTU mengungkapkan, kemungkinan David salah sasaran,” tutur Djatmiko, pejabat protokoler KBRI Singapura.
Kata Djatmiko, sebetulnya saat ini merupakan tahun terakhir beasiswanya dan David sepertinya bingung. Padahal, ia bisa bekerja paruh waktu untuk menambahi biaya hidupnya. David menerima beasiswa ASEAN empat tahun lalu. Beasiswa ini untuk membiayai perkuliahannya di NTU. Setiap tahun ia menerima 5.800 dollar Singapura.
Sementara itu, Antara memberitakan, jenazah David kemarin telah dikremasi atau dibakar di Moday Cremation Singapura, Senin (3/3) sore. “Namun, keluarganya akan pulang membawa abu jenazah Davis pada Rabu,” kata Koordinator Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Singapura Yayan GH Mulyana di Singapura, Selasa.
Sebelum dikremasi, jenazah David diotopsi di Singapore General Hospital untuk mengetahui penyebab pasti kematian mahasiswa tingkat akhir itu. Hasil otopsi baru akan diumumkan pihak Singapura sebulan kemudian.
Keputusan mengkremasi jenazah David dilakukan ayah dan ibu David setelah berkonsultasi dengan keluarga di Jakarta. Proses kremasi disaksikan ayah, ibu, dan kakak David serta perwakilan dari KBRI di Singapura.
: if>