Para siswa Indonesia yang pintar-pintar dan ingin kuliah ke luar negeri dengan beasiswa sebagian besar adalah para "pengecut". Mereka semuanya hanya ingin mencari dan mendapatkan paket beasiswa yang sudah "matang" dan lengkap mencakup segala hal. Paket yang mengurusi mereka mulai dari buat paspor dan visa, mencari tiket untuk keberangkatan, rumah penginapan, pendaftaran ke universitas, dikenalkan dengan budaya baru, diantar ke kampus dan dikenalkan dengan segala tetek bengek perkuliahan. Bahkan diurusi cara membeli makan dan mencari tempat ibadah.
Kalau mereka tidak bisa mendapatkan paket "mewah" yang gratis seperti diatas, mereka lebih memilih masuk ke perguruan tinggi lokal yang biayanya sudah gila-gilaan saat ini. Saya sungguh menyayangkan "mentalitas" seperti ini. Ini adalah mentalitas orang "katrok" ala Tukul Arwana. Bahkan ada calon mahasiswa Indonesia yang menolak suatu paket beasiswa karena menganggap bahwa biaya hidup USD 800 per bulan yang didapatnya sebagai terlalu kecil dan mereka akan susah disana. Padahal anak-anak Indonesia adalah anak-anak pintar yang dijamin akan sukses kuliah disana kalau bisa fokus dan tekun.
Ada juga calon penerima beasiswa yang tidak mau mengambil beasiswanya karena tidak meng-cover istri dan anaknya yang mau ikut dibawa ke Amerika.
Sungguh menyedihkan... Namun saya tidak menyalahkan mereka-mereka ini. Kemungkinan terbesar penyebabnya adalah karena terbatasnya informasi mengenai lika-liku kehidupan perkuliahan diluar negeri, khususnya dalam hal ini di Amerika Serikat. Hal ini juga karena minimnya rekan-rekan yang sudah mengenal dunia belajar diluar sana untuk membagi pengalamannya di tanah air.
Bandingkan dengan calon-calon mahasiswa dari Cina dan India. Apakah anda pikir ribuan anak-anak muda Cina dan India yang bertaburan di perguruan tinggi di Amerika Serikat mendapatkan paket "mewah" seperti diatas. Tidak...! Mereka adalah orang-orang berani yang menganggap fase kuliah dalam hidupnya sebagai fase "bersusah-susah" dahulu untuk memetik kesuksesan nantinya. Bandingkan dengan filosofi orang Indonesia yang justru beranggapan bahwa masa kuliah berbeasiswa diluar negeri adalah masa indah sekali seumur hidup yang harus dinikmati.
Tapi ada juga yang lucu, para mahasiswa kita yang dapat beasiswa "mewah" di Amerika, Australia, Jepang, Eropa banyak yang berpikiran bahwa masa beasiswa adalah masa kesempatan emas untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya sehingga bisa jadi modal hidup sewaktu pulang ke tanah air. Jadi, banyak yang kemudian bersusah-susah disana (makan mie instan, tidak jalan-jalan, dan berbagai bentuk penghematan ketat lain) supaya bisa mengumpulkan uang. Banyak yang sukses, sewaktu pulang mereka bisa beli mobil, beli rumah, dll.
Pola yang banyak dilakukan orang Cina dan India adalah dengan modal "nekad". Mereka mendaftar langsung ke universitas di Amerika Serikat melalui Internet. Pembayaran uang pendaftaran dsb dilakukan secara online dan proses awal ini tidak mahal, pengalaman saya sekitar USD 100, tergantung persyaratan masing-masing perguruan tinggi. Bagi yang kantongnya pas-pasan akan mencari perguruan tinggi "pinggiran" yang masuknya relatif mudah dan tidak mahal serta menyediakan berbagai kemudahan beasiswa. Namun rata-rata mereka tidak ngotot mencari beasiswa di semester awal karena memang terbatas. Ingat bahwa walaupun universitas kecil, standardnya tinggi.
Bila diterima, mulailah fase "susah" berikutnya. Mereka rata-rata sudah mengumpulkan uang cukup banyak sebelumnya untuk membayar uang kuliah tahap awal, bisa serendah-rendahnya USD 5000. Kemudian mereka mencari visa dimana salah satu jaminannya adalah ada orang/kerabat yang ada di USA yang akan menjamin mereka selama disana. Ini yang mungkin biasanya membuat banyak orang kita yang mundur. Memang dengan ikatan kekerabatan yang tinggi, orang India dan Cina menggunakan teman-temannya yang sudah banyak di Amerika untuk menjadi penjamin ini. Orang kita? Bisa dengan intensif mencari teman atau jaringan perkawanan lain disana. Rata-rata perkumpulan mahasiswa Indonesia disana memiliki forum diskusi online atau website, silahkan dikunjungi dan dihubungi langsung. Dengan modal surat diterima di perguruan tinggi sana plus adanya penjamin, visa bisa relatif mudah didapat.
Kemudian, berangkatlah... dengan harga tiket one-way dari Jakarta ke LA atau Seattle di pantai timur Amerika sekitar USD 600, kita akan sampai disana. Rekan-rekan mahasiswa lain yang ada di kota tujuan biasanya dengan senang hati menjemput dan memberi tumpangan sementara sebelum kita settle. Langsung urus administrasi kuliah, cari penginapan yang murah untuk 1 semester kedepan. Anda bisa dapat harga sewa kamar yang sangat rendah dengan bergabung dengan teman-teman Indonesia lain. Orang-orang India biasanya berkumpul 5-8 orang untuk menyewa rumah jelek 3-4 kamar seharga USD 700-800 per bulan, artinya bisa dibawah USD 100 per orang. Satu semester butuh USD 600.
Itu baru fase awal dari kesusahan para mahasiswa "nekad" tadi. Kesusahan berikut ada di masa perkuliahan, mereka harus berhasil mencetak nilai tinggi dan membuat para dosen professor kagum dengan kita. Kebanyakan mahasiswa Indonesia sangat berhasil di mata kuliah Matematika seperti Kalkulus yang sudah dipelajari di SMA, anak Amerika sangat lemah dibidang ini. Dekati sebanyak-banyaknya teman dan dosen. Sering-sering main ke kantor akademik, cari sebanyak-banyaknya informasi terutama beasiswa. Ada banyak sekali beasiswa tersedia disana yang sifatnya bukan beasiswa penuh, tapi partial. Daftarlah sesegera mungkin, kalau perlu dengan rekomendasi para profesor yang sudah kagum dengan anda tadi. Rata-rata beasiswa tidak membatasi hanya pada warga negara, bisa untuk siapapun yang memang pintar.
Untuk mencari tambahan pendapatan, carilah pekerjaan. Kalau tidak ada yang legal, carilah pekerjaan gelap. Banyak sekali pekerjaan kasar yang tidak disukai orang lokal. Rajinlah bertanya ke teman-teman dan keliling melihat lowongan. Dijamin dalam waktu singkat anda akan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji lumayan. Pekerja di McD misalnya akan mendapatkan sekitar USD 2 per jam. Kerja 6 jam per hari, 5 hari seminggu sudah sangat lumayan untuk membantu bayar kost. Ingat bahwa masa ini adalah masa susah, tekanlah pengeluaran seminim mungkin.
Ketika masuk semester 2 dengan nilai cemerlang (seperti yang didapat anak India dan Cina), maka anda dipastikan bisa dapat beasiswa yang jumlahnya sangat lumayan untuk meng cover biaya kuliah. Pada saat itu juga anda sudah bisa menyesuaikan dengan keadaan disana, punya banyak teman dan sudah mengenal trik-trik mengatasi kesulitan hidup disana. Dijamin kalau anda cerdik dan tekun, uang kiriman orang tua akan tidak diperlukan lagi. Bahkan banyak orang Indonesia (juga India dan Cina) mulai bisa mengirim uang untuk membantu keluarganya di tanah air. Ingat bahwa nilai dollar lebih tinggi dari rupiah.
Setelah selesai, lulusan asal Indonesia yang pintar akan dengan mudah mendapatkan pekerjaan di Amerika dengan gaji yang lumayan, tentu saja dengan syarat jangan memilih-milih kerjaan. Gaji yang didapat jauh sekali nilainya dibanding lulusan S1 di Indonesia. Dan bisa kemudian anda memutuskan untuk pulang ke tanah air, modal ijazah Amerika dan pengalaman kerja disana akan mempertinggi "nilai jual" anda saat mencari kerja dimanapun.
Dijamin investasi awal anda akan "impas", sama dan mungkin bahkan lebih "bermakna" dibanding anda mendapatkan paket beasiswa penuh. Selanjutnya? Terserah anda...
Tentu saja banyak penyederhanaan dari cerita saya diatas. Namun yang terpenting niat saya adalah memberikan persepsi baru kepada calon mahasiswa Indonesia bahwa niatan sekolah keluar negeri bukanlah sesuatu yang eksklusif untuk orang kaya dan orang pintar yang "beruntung" bisa dapat paket beasiswa penuh. Kuliah di Boston University misalnya, bukanlah sesuatu yang sangat sulit. Prinsipnya sama saja dengan kuliah di UGM misalnya.
Mungkin ada cerita-cerita kontradiktif dari teman-teman di Australia, Eropa atau Jepang. Perlu saya tambahkan bahwa Amerika Serikat adalah negeri kapitalis murni yang jauh lebih open dibanding negara lain. Dibanyak hal, aturan dan hukum juga lebih "longgar". Silahkan lihat sendiri. Amerika juga menawarkan berbagai kemudahan bagi para pendatang yang dalam banyak hal tidak dibedakan dengan warga negaranya sendiri.
Syarat lain yang penting dipersiapkan sedini mungkin adalah kemampuan bahasa Inggris. Usahakan maksimal agar TOEFL score anda minimal 600 pada saat mendaftar kuliah. Ini akan sangat membantu anda mempermudah urusan lain, termasuk membuat anda jauh lebih percaya diri menghadapi masa transisi di semester awal di dunia yang sama sekali berbeda, dunia dengan bahasa berbeda. Percayalah, 600 bisa anda dapat dengan kerja keras.
So? Why wait...
: if>